Avowal, solo exhibition at Bentara Budaya Yogyakarta
AVOWAL
Siwarati, bagi masyarakat Hindu (Bali) merupakan hari perenungan suci, atau sebuah ritual keagamaan yang dilakukan selama semalam penuh sebagai wujud penebusan dosa karena perilaku dan tindakan-tindakan yang sudah dilakukan sebelumnya.
Pelaksanaan Siwaratri bukan sekadar bertujuan “menghapus dosa” tetapi lebih sebagai upaya mencoba merenungi dan menebus semua kesalahan dengan melakukan persebahyangan guna bisa berbuat lebih bijak di kemudian hari. Hanya saja secara eksplisit dalam hal ini bisa disebut sebagai pengakuan dosa.
Dalam tradisinya, proses persembahyangan dilakukan selama semalam penuh di tempat-tempat suci atau pura, kemudian diakhiri dengan mandi di laut maupun sumber air suci lainnya seperti sendang dan sebagainya.
Tradisi Siwaratri berkembang dengan adanya mitos atau cerita tentang seorang pemburu yang kejam bernama Lubdaka. Ketika sedang berburu, Lubdaka tersesat di tengah hutan, karena sudah malam dan untuk menghindari intaian binatang buas, dia memanjat pohon sebelum bisa keluar dari hutan tersebut. Ketika diatas pohon Lubdaka mencoba untuk bisa tidak tertidur semalam suntuk, karena kalau sampai tertidur tentu akan jatuh dan binatang yang di bawah bisa langsung memangsanya. Karena itulah Lubdaka bertahan untuk tidak tertidur dengan cara memetik daun pohon yang dipanjatnya semalam suntuk tanpa henti.
Namun tanpa sepengetahuannya, ternyata di bawah pohon ada Dewa Siwa sedang bersemadhi. Berhubung daun yang dipetik Lubdaka tersebut sedemikian banyaknya, maka daun-daun yang terjatuh itupun mengerubungi tubuh Dewa Siwa, sehingga Dewa siwa yang kedinginanpun merasa hangat dari timbunan dedaunan yang yang jatuh dipetik oleh Lubdaka tersebut.
Lantas, Dewa Siwa pun berterimakasih atas perbuatan baik yang dilakukan Lubdaka (walaupun tidak sengaja), dan memaafkan dosa-dosanya yang telah membunuh binatang dengan semena-mena. Bagaimanapun juga dengan adanya niatan untuk tidak mengulangi/menebus dosa tersebut dengan berbuat baik tentu akan mendapat pengampunan.
Pada pameran tunggal I Made Arya Palguna kali ini, ia ingin mengekspresikan, merepresentasikan, dan memaknai Siwarati dengan menggunakan media seni rupa. Dengan kata lain, Palguna hendak melakukan sebuah perenungan akan tindakan-tindakannya selama ini yang berbentuk kesalahan, dosa, harapan, cita-cita maupun bentuk pemikiran yang kerap kali dianggap berbenturan dengan kehidupannya secara individu, kultural dan sosial.
Dalam konteks ini, Palguna akan mencurahkan atau mengaktualisasikan semua wujud perenungannya tersebut lewat
karya-karya yang dipamerkan. Hal ini bukan karena secara kebetulan saja atau sekadar meminjam Siwarati lalu dikait-kaitkan, akan tetapi memang sengaja diaktualisasikan. Disamping itu momentumnya memang bertepatan dengan Hari Siwarati, sehingga pelaksanaannya pun sengaja dilakukan pada hari tersebut.
Secara metaforis Palguna ingin mengaktualisasikan kegelisahannya seperti sebuah momentum yang telah dialami Lubdaka, selain bisa merenung juga hendak menghapus dosa dan semua kesalahan dalam waktu semalam suntuk agar bisa lebih baik di hari Kemarendi awal tahun ini.
Jika Lubdaka cara melakukannya dengan memanjat pohon agar terlindung dari magsaan binatang buas dan memetik dedaunan semalaman agar tidak tertidur, sementara Palguna melakukan semua ini dengan cara mencurahkan segala isi hatinya ke dalam karya-karyanya; berupa lukisan, video, instalasi maupun kaligrafi Jawa Kuno (Sansekerta) yang dikerjakan dalam waktu semalam suntuk di ruang pameran merupakan wujud “Avowal” atau semacam bentuk pengakuan terhadap segala hal yang pernah dialami, dirasakan serta yang telah dilakukannya dalam kehidupannya sehari-hari selama ini.
Wujud pengakuan yang dimaksudkan baik berupa kesalahan, kekurangan, dosa, kelebihan, maupun peristiwa-peristiwa yang baru saja ditemui di sekitarnya. Selain mencurahkan segala isi hati yang berkenaan dengan kehhidupan di masa lalunya, di sini Palguna juga mencurahkan harapan-harapan dalam kehidupan yang diangankan untuk masa yang akan datang — menyangkut hal-hal yang berhubungan secara personality maupun dengan persoalan kultural dan sosial.
Yogyakarta, 3 Januari 2011
http://www.jogjatrip.com/id/news/detail/1434/pameran-tunggal-i-made-arya-palguna