” Revelation ” at Tonyraka Gallery, Bali
PALGUNA MENCARI WAHYU
Oleh Arif Bagus Prasetyo
Pameran Tunggal I Made Arya Palguna bertajuk Revelation, atau Wahyu. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, wahyu didefinisikan sebagai “petunjuk dari Allah yang diturunkan hanya kepada para Nabi dan Rasul melalui mimpi dsb.” Tampak jelas, definisi formal wahyu berpijak pada konteks spiritual-religius. Namun Palguna menggeser konteks spiritual-religius tersebut ke konteks kreatif. “Wahyu” ditafsirkannya sebagai semacam ilham kreatif, sesuatu yang menggerakkan jiwa untuk menciptakan kreasi artistik baru.
Dalam konteks spiritual-religius, umumnya diyakini bahwa wahyu hanya akan turun setelah nabi atau rasul atau orang suci menjalani laku meditasi, misalnya dengan bersemadi atau bertapa. Sang pencari wahyu ketuhanan harus melakukan proses pengheningan cipta, membebaskan jiwanya dari segala ikatan dengan dunia. Dalam konteks kreatif, Palguna memosisikan diri sebagai pencari wahyu artistik yang berniat membebaskan diri dari ikatan dengan prosedur kreatif yang selama ini diterapkannya dalam penciptaan karya seni rupa, khususnya lukisan. Tujuannya agar mendapatkan visi dan energi kreatif baru dalam perjalanan kariernya ke depan sebagai seniman. Pameran Revelation menandai ikhtiar Palguna dalam mencari arah penjelajahan baru di medan kreativitas, setelah menekuni dunia seni rupa selama satu dasawarsa dan menghasilkan karya-karya berkarakter khas yang telah diakrabi publik.
Ikhtiar pencarian wahyu artistik Palguna terlihat jelas pada sebagian besar lukisan dalam pameran ini. Berbeda dari karya-karyanya yang terdahulu, kali ini Palguna banyak menampilkan lukisan yang berangkat dari teknik kolase. Proses melukisnya dimulai dengan menempelkan secara acak berbagai potongan gambar dari majalah, iklan dsb. pada permukaan kanvas. Ruang piktorial diubahnya menjadi sebentang “zona mimpi” yang menghadirkan percampuran beragam citraan dan objek, penyejajaran berbagai materi visual yang tidak saling berkaitan atau bahkan kontradiktif. Tak ada desain atau prafigurasi yang menuntun penyusunan kolase. Pada proses kreatif tahap pertama ini, kehadiran visual pada kanvas berlangsung bebas dan spontan, seiring gerak intuisi Palguna.
Dalam metode melukis baru Palguna, kolase dimanfaatkan untuk merangsang bangkitnya imajinasi, ibarat butir-butir pasir yang disuntikkan ke dalam tiram hingga menjelma jadi segumpal mutiara inspirasi. Teknik kolase adalah pintu masuk bagi Palguna untuk menempuh proses kreatif tahap kedua, tatkala ia melakukan figurasi lewat semacam praktik “asosiasi bebas”. Asosiasi figuratif tertentu yang terbayang dari pola-pola kolase pada kanvasnya dikembangkan dan dikonkretkan hingga menjelmakan figur atau wujud representasional baru. Pada proses kreatif tahap kedua ini, imajinasi Palguna berperan aktif menstabilkan carut-marut citraan yang bertebaran pada kanvas. Berkat kerja imajinasi, tabrakan citraan
tidak berujung pada situasi khaos tanpa makna, tetapi justru menghasilkan closure effect yang mengikat fragmentasi ke dalam senyawa visual naratif: kanvas Palguna pada akhirnya menyajikan gambaran imajinatif ironis tentang banalitas kehidupan masyarakat kontemporer.
Dengan metode barunya, Palguna tidak melukis berdasarkan subjek atau tema yang telah ditentukan sebelumnya. Subjek lukisannya ditemukan dalam proses melukis itu sendiri. Figur sepasang kekasih dalam karya “Couple” atau kumpulan manusia-binatang dalam “Animal Insting”, misalnya, adalah hasil penemuan imajinasi yang bekerja meramu elemen-elemen kolase menjadi satu kehadiran visual baru yang terintegrasi. Sebagaimana ditunjukkan oleh karya “My Dear Boy”, imajinasi Palguna dapat melihat gambar arloji pada kanvasnya sebagai mata manusia, dan ia pun menggarap potret ekspresif sesosok figur remaja laki-laki. Aktivitas penglihatan imajinatif semacam inilah yang memandu Palguna untuk menemukan subjek lukisannya.
Mengingatkan pada Kubisme Sintetis, proses penciptaan karya lukis Palguna bergerak dari abstraksi menuju representasi. Sebagian besar lukisan barunya terbentuk dari dua strata yang sepenuhnya terpisah, namun berinteraksi. Strata pertama adalah kolase yang menyediakan semacam “arsitektur”, komposisi abstrak atau substruktur lukisan. Strata kedua adalah aspek representasional atau subjek lukisan, yang dicapai dengan mengelaborasi arsitektur kolase. Terkadang arsitektur kolase menyarankan subjek tertentu untuk digarap oleh Palguna. Pada kesempatan lain, sang pelukis mencangkokkan subjek tertentu yang sesuai dengan arsitektur kolase. Palguna menjelajahi arsitektur piktorial abstrak dari bidang-bidang spasial yang jalin-menjalin pada kolase untuk membangun representasi.
Menarik bahwa anasir terpenting “lukisan-kolase” Palguna adalah aneka citraan yang dicomot dari khazanah informasi yang mengepung kehidupan sehari-hari manusia kontemporer. Dunia piktorial Palguna dibangun dari kolase citraan, menyiratkan suatu paralel dengan realitas kehidupan pada era informasi yang menenggelamkan manusia di lautan citraan sejagad. Kanvas Palguna digenangi aneka citraan yang hadir acak dan serempak. Hal ini mengingatkan pada situasi kehidupan kontemporer yang dibanjiri oleh beragam citraan yang datang dan pergi dengan kecepatan tinggi (koran, majalah, televisi, film, video, hp, internet, iklan, foto dsb). Ledakan informasi pada era teknologi digital dewasa ini memporak-porandakan persepsi tentang realitas, mengubah dunia jadi medan kecamuk citraan yang berebut memasuki ruang pengalaman manusia, mirip dengan situasi dalam lukisan-lukisan Palguna.
Karya lukis Palguna, di satu sisi, membentangkan panorama realitas yang terfragmentasi secara radikal akibat ledakan informasi. Fragmentasi realitas ini membuyarkan keutuhan dan kesinambungan pengalaman tentang dunia, sehingga dunia menjadi kehilangan makna. Kolase Palguna menghamparkan pengalaman skizofrenik manusia kontemporer di tengah medan informasi yang melimpah-ruah. Carut-marut citraan dalam lukisannya memantulkan tatapan individu skizofrenik yang totalitas pengalamannya telah terpecah, bagaikan pemirsa televisi yang jarinya terus-menerus memencet tombol remote control dan matanya tiada henti berkelana dari satu citraan ke citraan berikutnya, dari satu kedangkalan ke kedangkalan lain. Teknik kolase yang diterapkan Palguna merefleksikan bahasa skizofrenia yang berkembang pada masyarakat kontemporer sebagai akibat dari, mengutip Jean Baudrillard, “munculnya keacakan dan interkoneksi informasi dan jaringan komunikasi yang tanpa batas dan bersifat imanen”. Gegar citraan pada lukisan Palguna mengisyaratkan bahwa integritas dunia telah runtuh. Yang tersisa tinggal puing-puing realitas tanpa kedalaman, tebaran tanda-tanda tanpa makna.
Namun lukisan Palguna tidak mengekspose kalibut citraan belaka. Palguna mengintegrasikan citraan-citraan acak yang berserakan pada kanvasnya. Ia merajut puing-puing realitas dan tebaran tanda-tanda menjadi suatu dunia baru yang maknanya dapat dipahami. Aneka gambar, teks dan objek dileburnya untuk membangkitkan suatu konstruksi visual baru yang bermakna. Lukisan-lukisan mutakhir Palguna menyingkapkan proyek penciptaan cosmos dari chaos. Sebuah upaya kreatif untuk menebus fragmentasi realitas, mengatasi disintegrasi pengalaman, dan merebut kembali makna di dunia yang kian kehilangan makna.